This is featured post 1 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat.

This is featured post 2 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat.

This is featured post 3 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat.

This is featured post 4 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat.

This is featured post 5 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation test link ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat.

0 comments

KISAH NABI NUH AS

Berlalulah beberapa tahun dari kematian Nabi Adam. Bunga-bunga berguguran di sekitar
kuburannya dan pohon-pohon dan batu-batuan tampak tidak bergairah. Banyak hal
berubah di muka bumi. Dan sesuai dengan hukum umum, terjadilah kealpaan terhadap
wasiat Nabi Adam. Kesalahan yang dahulu kembali terulang. Kesalahan dalam bentuk
kelupaan, meskipun kali ini terulang secara berbeda.
Sebelum lahirnya kaum Nabi Nuh, telah hidup lima orang saleh dari kakek-kakek kaum
Nabi Nuh. Mereka hidup selama beberapa zaman kemudian mereka mati. Nama-nama
mereka adalah Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr. Setelah kematian mereka, orangorang
membuat patung-patung dari mereka, dalam rangka menghormati mereka dan
sebagai peringatan terhadap mereka. Kemudian berlalulah waktu, lalu orang-orang yang
memahat patung itu mati. Lalu datanglah anak-anak mereka, kemudian anak-anak itu
mati, dan datanglah cucu-cucu mereka. Kemudian timbullah berbagai dongeng dan
khurafat yang membelenggu akal manusia di mana disebutkan bahwa patung-patung itu
memiliki kekuatan khusus.
Di sinilah iblis memanfaatkan kesempatan, dan ia membisikkan kepada manusia bahwa
berhala-berhala tersebut adalah Tuhan yang dapat mendatangkan manfaat dan menolak
bahaya sehingga akhirnya manusia menyembah berhala-berhala itu. Kami tidak
mengetahui sumber yang terpecaya berkenaan dengan bagaimana bentuk kehidupan
ketika penyembahan terhadap berhala dimulai di bumi, namun kami mengetahui hukum
umum yang tidak pernah berubah ketika manusia mulai cenderung kepada syirik. Dalam
situasi seperti itu, kejahatan akan memenuhi bumi dan akal manusia akan kalah, serta
akan meningkatnya kelaliman dan banyaknya orang-orang yang teraniaya. Yang kaya
semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Alhasil, kehidupan manusia semuanya
akan berubah menjadi neraka Jahim. Situasi demikian ini pasti terjadi ketika manusia
menyembah selain Allah SWT, baik yang disembah itu berhala dari batu, anak sapi dari
emas, penguasa dari manusia, sistem dari berbagai sistem, mazhab dari berbagai mazhab,
atau kuburan seorang wali. Sebab satu-satunya yang menjamin persamaan di antara
manusia adalah, saat mereka hanya menyembah Allah SWT dan saat Dia diakui sebagai
Pencipta mereka dan yang membuat undang-undang bagi mereka. Tetapi saat jaminan ini
hilang lalu ada seorang yang mengklaim, atau ada sistem yang mengklaim memiliki
wewenang ketuhanan maka manusia akan binasa dan akan hilanglah kebebasan mereka
sepenuhnya.
Penyembahan kepada selain Allah SWT bukan hanya sebagai sebuah tragedi yang dapat
menghilangkan kebebasan, namun pengaruh buruknya dapat merembet ke akal manusia
dan dapat mengotorinya. Sebab, Allah SWT menciptakan manusia agar dapat mengenal-
Nya dan menjadikan akalnya sebagai permata yang bertujuan untuk memperoleh ilmu.
Dan ilmu yang paling penting adalah kesadaran bahwa Allah SWT semata sebagai
Pencipta, dan selain-Nya adalah makhluk. Ini adalah poin penting dan dasar pertama
yang harus ada sehingga manusia sukses sebagai khalifah di muka bumi.
Ketika akal manusia kehilangan potensinya dan berpaling ke selain Allah SWT maka
manusia akan tertimpa kesalahan. Terkadang seseorang mengalami kemajuan secara
materi karena ia berhasil melalui jalan-jalan kemajuan, meskipun ia tidak beriman kepada
Allah SWT, namun kemajuan materi ini yang tidak disertai dengan pengenalan kepada
Allah SWT akan menjadi siksa yang lebih keras daripada siksaan apa pun, karena ia pada
akhirnya akan menghancurkan manusia itu sendiri. Ketika manusia menyembah selain
Allah SWT maka akan meningkatlah penderitaan kehidupan dan kefakiran manusia.
Terdapat hubungan kuat antara kehinaan manusia dan kefakiran mereka, serta tidak
berimannya mereka kepada Allah. Allah SWT berfirman:
"Seandainya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. " (QS. al-A'raf: 96)
Demikianlah, bahwa kufur kepada Allah SWT atau syirik kepada-Nya akan
menyebabkan hilangnya kebebasan dan hancurnya akal serta meningkatnya kefakiran,
serta kosongnya kehidupan dari tujuan yang mulia. Dalam situasi seperti ini, Allah SWT
mengutus Nuh untuk membawa ajaran-Nya kepada kaumnya. Nabi Nuh adalah seorang
hamba yang akalnya tidak terpengaruh oleh polusi kolektif, yang menyembah selain
Allah SWT. Allah SWT memilih hamba-Nya Nuh dan mengutusnya di tengah-tengah
kaumnya.
Nuh membuat revolusi pemikiran. Ia berada di puncak kemuliaan dan kecerdasan. Ia
merupakan manusia terbesar di zamannya. Ia bukan seorang raja di tengah-tengah
kaumnya, bukan penguasa mereka, dan bukan juga orang yang paling kaya di antara
mereka. Kita mengetahui bahwa kebesaran tidak selalu berhubungan dengan kerajaan,
kekayaan, dan kekuasaan. Tiga hal tersebut biasanya dimiliki oleh jiwa-jiwa yang hina.
Namun kebesaran terletak pada kebersihan hati, kesucian nurani, dan kemampuan akal
untuk mengubah kehidupan di sekitarnya. Nabi Nuh memiliki semua itu, bahkan lebih
dari itu. Nabi Nuh adalah manusia yang mengingat dengan baik perjanjian Allah SWT
dengan Nabi Adam dan anak-anaknya, ketika Dia menciptakan mereka di alam atom.
Berdasarkan fitrah, ia beriman kepada Allah SWT sebelum pengutusannya pada manusia.
Dan semua nabi beriman kepada Allah SWT sebelum mereka diutus. Di antara mereka
ada yang "mencari" Allah SWT seperti Nabi Ibrahim, ada juga di antara mereka yang
beriman kepada-Nya dari lubuk hati yang paling dalam, seperti Nabi Musa, dan di antara
mereka juga ada yang beribadah kepada-Nya dan menyendiri di gua Hira, seperti Nabi
Muhammad saw.
Terdapat sebab lain berkenaan dengan kebesaran Nabi Nuh. Ketika ia bangun, tidur,
makan, minum, atau mengenakan pakaian, masuk atau keluar, ia selalu bersyukur kepada
Allah SWT dan memuji-Nya, serta mengingat nikmat-Nya dan selalu bersyukur kepada-
Nya. Oleh karena itu, Allah SWT berkata tentang Nuh:
"Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur." (QS. al-Isra': 3)
Allah SWT memilih hamba-Nya yang bersyukur dan mengutusnya sebagai nabi pada
kaumnya. Nabi Nuh keluar menuju kaumnya dan memulai dakwahnya:
"Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya.
Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab
hari yang besar. " (QS. al-A'raf: 59)
Dengan kalimat yang singkat tersebut, Nabi Nuh meletakkan hakikat ketuhanan kepada
kaumnya dan hakikat hari kebangkitan. Di sana hanya ada satu Pencipta yang berhak
disembah. Di sana terdapat kematian, kemudian kebangkitan kemudian hari kiamat. Hari
yang besar yang di dalamnya terdapat siksaan yang besar.
Nabi Nuh menjelaskan kepada kaumnya bahwa mustahil terdapat selain Allah Yang
Maha Esa sebagai Pencipta. Ia memberikan pengertian kepada mereka, bahwa setan telah
lama menipu mereka dan telah tiba waktunya untuk menghentikan tipuan ini. Nuh
menyampaikan kepada mereka, bahwa Allah SWT telah memuliakan manusia: Dia telah
menciptakan mereka, memberi mereka rezeki, dan menganugerahi akal kepada mereka.
Manusia mendengarkan dakwahnya dengan penuh kekhusukan. Dakwah Nabi Nuh cukup
mengguncangkan jiwa mereka. Laksana tembok yang akan roboh yang saat itu di situ ada
seorang yang tertidur dan engkau meng-goyang tubuhnya agar ia bangun. Barangkali ia
akan takut dan ia marah meskipun engkau bertujuan untuk menyelamatkannya.
Akar-akar kejahatan yang ada di bumi mendengar dan merasakan ketakutan. Pilar-pilar
kebencian terancam dengan cinta ini yang dibawa oleh Nabi Nuh. Setelah mendengar
dakwah Nabi Nuh, kaumnya terpecah menjadi dua kelompok: Kelompok orang-orang
lemah, orang-orang fakir, dan orang-orang yang menderita, di mana mereka merasa
dilindungi dengan dakwah Nabi Nuh, sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok
orang-orang kaya, orang-orang kuat, dan para penguasa di mana mereka menghadapi
dakwah Nabi Nuh dengan penuh keraguan. Bahkan ketika mereka mempunyai
kesempatan, mereka mulai melancarkan serangan untuk melawan Nabi Nuh. Mula-mula
mereka menuduh bahwa Nabi Nuh adalah manusia biasa seperti mereka:
"Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: 'Kami tidak melihat
kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami.'" (QS. Hud: 27)
Dalam tafsir al-Quturbi disebutkan: "Masyarakat yang menentang dakwahnya adalah
para pembesar dari kaumnya. Mereka dikatakan al-Mala' karena mereka seringkali
berkata. Misalnya mereka berkata kepada Nabi Nuh: "Wahai Nuh, engkau adalah
manusia biasa." Padahal Nabi Nuh juga mengatakan bahwa ia memang manusia biasa.
Allah SWT mengutus seorang rasul dari manusia ke bumi karena bumi dihuni oleh
manusia. Seandainya bumi dihuni oleh para malaikat niscaya Allah SWT mengutus
seorang rasul dari malaikat.
Berlanjutlah peperangan antara orang-orang kafir dan Nabi Nuh. Mula-mula, rezim
penguasa menganggap bahwa dakwah Nabi Nuh akan mati dengan sendirinya, namun
ketika mereka melihat bahwa dakwahnya menarik perhatian orang-orang fakir, orangorang
lemah, dan pekerja-pekerja sederhana, mereka mulai menyerang Nabi Nuh dari sisi
ini. Mereka menyerangnya melalui pengikutnya dan mereka berkata kepadanya: "Tiada
yang mengikutimu selain orang-orang fakir dan orang-orang lemah serta orang-orang
hina."
Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata):
'Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, agar kamu tidak
menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab (pada)
hari yang sangat menyedihkan. Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari
kaumnya: 'Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti
kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikutimu, melainkan orang-orang
yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu
memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah
orang-orang yang berdusta. " (QS. Hud: 25-27)
Demikianlah telah berkecamuk pertarungan antara Nabi Nuh dan para bangsawan dari
kaumnya. Orang-orang yang kafir itu menggunakan dalih persamaan dan mereka berkata
kepada Nabi Nuh: "Dengarkan wahai Nuh, jika engkau ingin kami beriman kepadamu
maka usirlah orang-orang yang beriman kepadamu. Sesungguhnya mereka itu orangorang
yang lemah dan orang-orang yang fakir, sementara kami adalah kaum bangsawan
dan orang-orang kaya di antara mereka. Dan mustahil engkau menggabungkan kami
bersama mereka dalam satu dakwah (majelis)." Nabi Nuh mendengarkan apa yang
dikatakan oleh orang-orang kafir dari kaumnya. la mengetahui bahwa mereka menentang.
Meskipun demikian, ia menjawabnya dengan baik. Ia memberitahukan kepada kaumnya
bahwa ia tidak dapat mengusir orang-orang mukmin, karena mereka bukanlah tamutamunya
namun mereka adalah tamu-tamu Allah SWT. Rahmat bukan terletak dalam
rumahnya di mana masuk di dalamnya orang-orang yang dikehendakinya dan terusir
darinya orang-orang yang dikehendakinya, tetapi rahmat terletak dalam rumah Allah
SWT di mana Dia menerima siapa saja yang dikehendaki-Nya di dalamnya. Allah SWT
berfirman:
"Berkata Nuh: 'Hai kaumku, bagaimana pikiranmu, jika aku mempunyai bukti yang nyata
dari Tuhanku, dan diberinya aku rahmat dari sisi-Nya, tetapi rahmat itu disamarkan
bagimu. Apa akan kami paksakankah kamu menerimanya, padahal kamu tidak
menyukainya? Dan (dia berkata): 'Hai kaumku, aku tidak meminta harta benda kepada
kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali
tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan
bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu suatu kaum yang tidak
mengetahui.' Dan (dia berkata): 'Hai kaumku, siapakah yang dapat menolongku dari
(azab) Allah jika aku mengusir mereka. Maka tidakkan kamu mengambil pelajaran?' Dan
aku tidak mengatakan kepada kamu (bahwa): 'Aku mempunyai gudang-gudang rezeki
dan kekayaan dari Allah, dan aku tidak mengetahui hal yang gaib, dan tidak pula aku
mengatakan: 'Sesungguhnya aku adalah malaikat,' dan tidak juga aku mengatakan kepada
orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu: 'Sekali-kali Allah tidak akan
mendatangkan kebaikan kepada mereka. Allah lebih mengetahui apa yang ada pada
mereka. Sesungguhnya aku kalau begitu benar-benar termasuk orang-orang yang lalim.'"
(QS. Hud: 28-31)
Nuh mematahkan semua argumentasi orang-orang kafir dengan logika para nabi yang
mulia. Yaitu, logika pemikiran yang sunyi dari kesombongan pribadi dan kepentingankepentingan
khusus. Nabi Nuh berkata kepada mereka bahwa Allah SWT telah
memberinya agama, kenabian, dan rahmat. Sedangkan mereka tidak melihat apa yang
diberikan Allah SWT kepadanya. Selanjutnya, ia tidak memaksakan mereka untuk
mempercayai apa yang disampaikannya saat mereka membenci. Kalimat tauhid (tiada
Tuhan selain Allah) tidak dapat dipaksakan atas seseorang. Ia memberitahukan kepada
mereka bahwa ia tidak meminta imbalan dari mereka atas dakwahnya. Ia tidak meminta
harta dari mereka sehingga memberatkan mereka. Sesungguhnya ia hanya mengharapkan
pahala (imbalan) dari Allah SWT. Allahlah yang memberi pahala kepadanya. Nabi Nuh
menerangkan kepada mereka bahwa ia tidak dapat mengusir orang-orang yang beriman
kepada Allah SWT. Meskipun sebagai Nabi, ia memiliki keterbatasan dan keterbatasan
itu adalah tidak diberikannya hak baginya untuk mengusir orang-orang yang beriman
karena dua alasan. Bahwa mereka akan bertemu dengan Alllah SWT dalam keadaan
beriman kepada-Nya, maka bagaimana ia akan mengusir orang yang beriman kepada
Allah SWT, kemudian seandainya ia mengusir mereka, maka mereka akan menentangnya
di hadapan Allah SWT. Ini berakibat pada pemberian pahala dari Allah SWT atas
keimanan mereka dan balasan-Nya atas siapa pun yang mengusir mereka. Maka siapakah
yang dapat menolong Nabi Nuh dari siksa Allah SWT seandainya ia mengusir mereka?
Demikianlah Nabi Nuh menunjukkan bahwa permintaan kaumnya agar ia mengusir
orang-orang mukmin adalah tindakan bodoh dari mereka. Nabi Nuh kembali menyatakan
bahwa ia tidak dapat melakukan sesuatu yang di luar wewenangnya, dan ia memberitahu
mereka akan kerendahannya dan kepatuhannya kepada Allah SWT. Ia tidak dapat
melakukan sesuatu yang merupakan bagian dari kekuasaan Allah SWT, yaitu pemberian
nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Ia tidak mengetahui ilmu
gaib, karena ilmu gaib hanya khusus dimiliki oleh Allah SWT. Ia juga memberitahukan
kepada mereka bahwa ia bukan seorang raja, yakni kedudukannya bukan seperti
kedudukan para malaikat. Sebagian ulama berargumentasi dari ayat ini bahwa para
malaikat lebih utama dari pada para nabi (silakan melihat tafsir Qurthubi).
Nabi Nuh berkata kepada mereka: "Sesungguhnya orang-orang yang kalian pandang
sebelah mata, dan kalian hina dari orang-orang mukmin yang kalian remehkan itu,
sesungguhnya pahala mereka itu tidak sirna dan tidak berkurang dengan adanya
penghinaan kalian terhadap mereka. Sungguh Allah SWT lebih tahu terhadap apa yang
ada dalam diri mereka. Dialah yang membalas amal mereka. Sungguh aku telah
menganiaya diriku sendiri seandainya aku mengatakan bahwa Allah tidak memberikan
kebaikan kepada mereka."
Kemudian rezim penguasa mulai bosan dengan debat ini yang disampaikan oleh Nabi
Nuh. Allah SWT menceritakan sikap mereka terhadap Nabi Nuh dalam flrman-Nya:
"Mereka berkata: 'Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu
telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab
yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.' Nuh
menjawab: 'Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu kepadamu jika Dia
menghendaki, dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan diri. Dan tidaklah bermanfaat
kepadamu nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepada kamu, sekiranya Allah
hendak menyesatkan kamu. Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nyalah kamu
dikembalikan. " (QS. Hud: 32-34)
Nabi Nuh menambahkan bahwa mereka tersesat dari jalan Allah SWT. Allahlah yang
menjadi sebab terjadinya segala sesuatu, namun mereka memperoleh kesesatan
disebabkan oleh ikhtiar mereka dan kebebasan mereka serta keinginan mereka. Dahulu
iblis berkata:
"Karena Engkau telah menghukum saya tersesat..." (QS. al-A'raf: 16)
Secara zahir tampak bahwa makna ungkapan itu berarti Allahlah yang menyesatkannya,
padahal hakikatnya adalah bahwa Allah SWT telah memberinya kebebasan dan
kemudian Dia akan meminta pertanggungjawabannya. Kita tidak sependapat dengan
pandangan al-Qadhariyah, al-Mu'tazilah, dan Imamiyah. Mereka berpendapat bahwa
keinginan manusia cukup sebagai kekuatan untuk melakukan perbuatannya, baik berupa
ketaatan maupun kemaksiatan. Karena bagi mereka, manusia adalah pencipta perbuatannya.
Dalam hal itu, ia tidak membutuhkan Tuhannya. Kami tidak mengambil
pendapat mereka secara mutlak. Kami berpendapat bahwa manusia memang menciptakan
perbuatannya namun ia membutuhkan bantuan Tuhannya dalam melakukannya[1].
Alhasil, Allah SWT mengerahkan setiap makhluk sesuai dengan arah penciptaannya, baik
pengarahann itu menuju kebaikan atau keburukan. Ini termasuk kebebasan sepenuhnya.
Manusia memilih dengan kebebasannya kemudian Allah SWT mengerahkan jalan
menuju pilihannya itu. Iblis memilih jalan kesesatan maka Allah SWT mengerahkan jalan
kesesatan itu padanya, sedangkan orang-orang kafir dari kaum Nabi Nuh memilih jalan
yang sama maka Allah pun mengerahkan jalan itu pada mereka.
Peperangan pun berlanjut, dan perdebatan antara orang-orang kafir dan Nabi Nuh
semakin melebar, sehingga ketika argumentasi-argumentasi mereka terpatahkan dan
mereka tidak dapat mengatakan sesuatu yang pantas, mereka mulai keluar dari batasbatas
adab dan berani mengejek Nabi Allah.
"Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata: 'Sesungguhnya kami memandang kamu berada
dalam kesesatan yang nyata." (QS. al-A'raf: 60)
Nabi Nuh menjawab dengan menggunakan sopan-santun para nabi yang agung.
"Nuh menjawab: 'Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikit pun tetapi aku adalah
utusan dari Tuhan semesta alam. Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan
aku memberi nasihat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu
ketahui." (QS. al-A'raf: 61-62)
Nabi Nuh tetap melanjutkan dakwah di tengah-tengah kaumnya, waktu demi waktu, hari
demi hari, dan tahun demi tahun. Berlalulah masa yang panjang itu, namun Nabi Nuh
tetap mengajak kaumnya. Nabi Nuh berdakwah kepada mereka siang malam, dengan
sembunyi-sembunyi dan terang-terangan, bahkan ia pun memberikan contoh-contoh pada
mereka. Ia menjelaskan kepada mereka tanda-tanda kebesaran Allah SWT dan
kekuasaan-Nya di dunia. Namun setiap kali ia mengajak mereka untuk menyembah Allah
SWT, mereka lari darinya, dan setiap kali ia mengajak mereka agar Allah SWT
mengampuni mereka, mereka meletakkan jari-jari mereka di telinga-telinga mereka dan
mereka menampakkan kesombongan di depan kebenaran. Allah SWT menceritakan apa
yang dialami oleh Nabi Nuh dalam firman-Nya:
"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang,
maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya
setiap kali aku menyeru mereka agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan
anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka
tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan keterlaluan. Kemudian
sesungguhnya aku telah menyeru mereka dengan cara yang terang-terangan, kemudian
aku menyeru mereka lagi dengan terang-terangan dan dengan diam-diam, maka aku
katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Dia adalah
Maha Pengampun. Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan
membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan
mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.'" (QS. Nuh: 5-12)
Namun apa jawaban kaumnya?
"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku, dan telah
mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya
melainkan kerugian belaka. Mereka telah melakukan tipu-daya yang amat besar. Dan
mereka berkata: 'Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan
kamu dan jangan pula sekali-kali meninggalkan (penyembahan) wadd, suwa, yaghuts,
yauq, dan nasr. Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia); dan
janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang lalim itu selain kesesatan,'" (QS. Nuh: 21-
24)
Nuh tetap melanjutkan dakwah di tengah-tengah kaumnya selama 950 tahun. Allah SWT
berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di
antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. " (QS. aPAnkabut: 14)
Sayangnya, jumlah kaum mukmin tidak bertambah sedangkan jumlah kaum kafir justru
bertambah. Nabi Nuh sangat sedih namun ia tidak sampai kehilangan harapan. la
senantiasa mengajak kaumnya dan berdebat dengan mereka. Namun kaumnya selalu
menghadapinya dengan kesombongan, kekufuran, dan penentangan. Nabi Nuh sangat
bersedih terhadap kaumnya namun ia tidak sampai berputus asa. la tetap menjaga harapan
selama 950 tahun. Tampak bahwa usia manusia sebelum datangnya topan cukup panjang.
Dan barangkali usia panjang bagi Nabi Nuh merupakan mukjizat khusus baginya.
Datanglah hari di mana Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Nuh bahwa orang-orang
yang beriman dari kaumnya tidak akan bertambah lagi. Allah SWT mewahyukan
kepadanya agar ia tidak bersedih atas tindakan mereka. Maka pada saat itu, Nabi Nuh
berdoa agar orang-orang kafir dihancurkan. la berkata:
"Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu
tinggal di atas bumi." (QS. Nuh: 26)
Nabi Nuh membenarkan doanya dengan alasan:
"Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan
hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat
dan kafir. " (QS. Nuh: 27)
Allah SWT berfirman dalam surah Hud:
"Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasannya sekali-kali tidak akan beriman di antara
kaummu, kecuali orang-orang yang telah beriman saja, karena itu janganlah kamu
bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan. Dan buatlah bahtera itu dengan
pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku
tentang orang-orang yang lalim itu. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (QS.
Hud: 36-37)
Kemudian Allah SWT menetapkan hukum-Nya atas orang-orang kafir, yaitu datangnya
angin topan. Allah SWT memberitahu Nuh, bahwa ia akan membuat perahu ini dengan
"pengawasan Kami dan wahyu kami," yakni dengan ilmu Allah SWT dan pengajaran-
Nya, serta sesuai dengan pengarahan-Nya dan bantuan para malaikat.
Allah SWT menetapkan perintah-Nya kepada Nuh:
"Dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang lalim itu.
Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (QS. Hud: 37)
Allah SWT menenggelamkan orang-orang yang lalim, apa pun kedudukan mereka dan
apa pun kedekatan mereka dengan Nabi. Allah SWT melarang Nabi-Nya untuk berdialog
dengan mereka atau menengahi urusan mereka. Nabi Nuh mulai menanam pohon untuk
membuat perahu darinya. Ia menunggu beberapa tahun, kemudian ia memotong apa yang
ditanamnya dan mulai merakitnya. Akhirnya, jadilah perahu yang besar, yang tinggi, dan
kuat.
Para mufasir berbeda pendapat tentang besarnya perahu itu, bentuknya, masa
pembuatannya, tempat pembuatannya dan lain-lain. Berkenaan dengan hal tersebut
Fakhrur Razi berkata: "Ketahuilah bahwa pembahasan ini tidak menarik bagiku karena ia
merupakan hal-hal yang tidak perlu diketahuinya. Saya kira mengetahui hal tersebut
hanya mendatangkan manfaat yang sedikit." Mudah-mudahan Allah SWT merahmati
Fakhrur Razi yang menyatakan kebenaran dengan kalimatnya itu. Kita tidak mengetahui
hakikat perahu ini, kecuali apa yang telah Allah SWT ceritakan kepada kita tentang hal
itu. Misalnya, kita tidak mengetahui dimana ia dibuat, berapa panjangnya atau lebarnya,
dan kita secara pasti tidak mengetahui selain tempat yang ditujunya setelah ia berlabuh.
Allah SWT tidak memberikan keterangan secara detail berkenaan dengan hal tersebut
yang tidak memberikan kepentingan pada kandungan cerita dan tujuannya yang penting.
Nabi Nuh mulai membangun perahu, lalu orang-orang kafir lewat di depannya saat ia
dalam keadaan serius membuat perahu. Saat itu, cuaca atau udara sangat kering, dan di
sana tidak terdapat sungai atau laut yang dekat. Bagaimana perahu ini akan berlayar
wahai Nuh? Apakah ia akan berlayar di atas tanah? Di manakah air yang memungkinkan
bagi perahumu untuk belayar? Sungguh Nuh telah gila! Orang-orang kafir semakin
tertawa terbahak-bahak dan semakin mengejek Nabi Nuh.
Puncak pertentangan dalam kisah Nabi Nuh tampak dalam masa ini. Kebatilan mengejek
kebenaran dan cukup lama menertawakan kebenaran. Mereka menganggap bahwa dunia
adalah milik mereka dan bahwa mereka akan selalu mendapatkan keamanan dan bahwa
siksa tidak akan terjadi. Namun anggapan mereka itu tidak terbukti. Datangnya angin
topan menjungkirbalikkan semua perkiraan mereka. Saat itu, orang-orang mukmin
mengejek balik orang-orang kafir dan ejekan mereka adalah kebenaran. Allah SWT
berfirman:
"Dan mulailah Nuh membuat bahtera itu. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan
metewati Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah Nuh: 'Jika kamu mengejek kami, maka
sesungguhnya kami (pun) akan mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek kami.
Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakan dan
yang akan ditimpa azab yang kekal." (QS. Hud: 38-39)
Selesailah pembuatan perahu dan duduk menunggu perintah Allah SWT. Allah SWT
mewahyukan kepada Nabi Nuh bahwa jika ada yang mempunyai dapur, maka ini sebagai
tanda dimulainya angin topan. Di sebutkan bahwa tafsiran dari at-Tannur ialah oven (alat
untuk memanggang roti) yang ada di dalam rumah Nabi Nuh. Jika keluar darinya air dan
ia lari maka itu merupakan perintah bagi Nabi Nuh untuk bergerak. Maka pada suatu hari
tannur itu mulai menunjukkan tanda-tandanya dari dalam rumah Nabi Nuh, lalu Nabi
Nuh segera membuka perahunya dan mengajak orang-orang mukmin untuk menaikinya.
Jibril turun ke bumi. Nabi Nuh membawa burung, binatang buas, binatang yang
berpasang-pasangan, sapi, gajah, semut, dan lain-lain. Dalam perahu itu, Nabi Nuh telah
membuat kandang binatang buas.
Jibril menggiring setiap dua binatang yang berpasangan agar setiap spesies binatang tidak
punah dari muka bumi. Ini berarti bahwa angin topan telah menenggelamkan bumi
semuanya, kalau tidak demikian maka buat apa ia harus mengangkut jenis binatangbinatang
itu. Binatang-binatang mulai menaiki perahu itu beserta orang-orang yang
beriman dari kaumnya. Jumlah orang-orang mukmin sangat sedikit. Allah SWT
berfirman:
"Hingga apabila perintah Kami datang dan tannur telah memancarkan air, Kami
berfirman: 'Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang
(jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang terdahulu ketetapan terhadapnya
dan (muatkanlah pula) orang-orang yang beriman.' Dan tidak beriman bersama Nuh itu
kecuali sedikit. " (QS. Hud: 40)
Istri Nabi Nuh tidak beriman kepadanya sehingga ia tidak ikut menaiki perahu, dan salah
satu anaknya menyembunyikan kekafirannya dengan menampakkan keimanan di depan
Nabi Nuh, dan ia pun tidak ikut menaikinya. Mayoritas manusia saat itu tidak beriman
sehingga mereka tidak turut berlayar. Hanya orang-orang mukmin yang mengarungi
lautan bersamanya. Ibnu Abbas berkata: "Terdapat delapan puluh orang dari kaum Nabi
Nuh yang beriman kepadanya."
Air mulai meninggi yang keluar dari celah-celah bumi. Tiada satu celah pun di bumi
kecuali keluar air darinya. Sementara dari langit turunlah hujan yang sangat deras yang
belum pernah turun hujan dengan curah seperti itu di bumi, dan tidak akan ada hujan
seperti itu sesudahnya. Lautan semakin bergolak dan ombaknya menerpa apa saja dan
menyapu bumi. Perut bumi bergerak dengan gerakan yang tidak wajar sehingga bola
bumi untuk pertama kalinya tenggelam dalam air sehingga ia menjadi bola air. Allah
SWT berfirman:
"Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan
Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka bertemulah air-air itu untuk
satu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang
terbuat dari papan dan paku. (QS. al-Qamar: 11-13)
Air meninggi di atas kepala manusia, dan ia melampaui ketinggian pohon, bahkan puncak
gunung. Akhirnya, permukaan bumi diselimuti dengan air. Ketika mula-mula datang
topan, Nabi Nuh memanggil-manggil putranya. Putranya itu berdiri agak jauh darinya.
Nabi Nuh memanggilnya dan berkata:
"Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama
orang-orang yang kafir." (QS. Hud: 42)
Anak itu menjawab ajakan ayahnya:
"Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah." (QS.
Hud: 43)
Nabi Nuh kembali menyerunya:
"Tidak add yang melindungi hari ini dari azab Allah selain orang yang dirahmati-Nya. "
(QS. Hud: 43)
Selesailah dialog antara Nabi Nuh dan anaknya.
"Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk
orang-orang yang ditenggelamkan. " (QS. Hud: 43)
Perhatikanlah ungkapan AI-Qur'an al-Karim: Dan gelombang menjadi penghalang antara
keduanya. Ombak tiba-tiba mengakhiri dialog mereka. Nabi Nuh mencari, namun ia tidak
mendapati anaknya. Ia tidak menemukan selain gunung ombak yang semakin meninggi
dan meninggi bersama perahu itu. Nabi Nuh ddak dapat melihat segala sesuatu selain air.
Allah SWT berkehendak—sebagai rahmat dari-Nya—untuk menenggelamkan si anak
jauh dari penglihatan si ayah. Inilah kasih sayang Allah SWT terhadap si ayah. Anak
Nabi Nuh mengira bahwa gunung akan mencegahnya dari kejaran air namun ia pun
terkejar dan tenggelam. Angin topan terus berlanjut dan terus membawa perahu Nabi
Nuh. Setelah berlalu beberapa saat, pemandangan tertuju kepada bumi yang telah musnah
sehingga tiada kehidupan kecuali sebagian kayu yang darinya Nabi Nuh membuat perahu
di mana ia menyelamatkan orang-orang mukmin, begitu juga berbagai binatang yang ikut
bersama mereka. Adalah hal yang sulit bagi kita untuk membayangkan kedahsyatan
topan itu. Yang jelas, ia menunjukkan kekuasaan Pencipta. Perahu itu berlayar dengan
mereka dalam ombak yang laksana gunung. Sebagian ilmuwan meyakini bahwa
terpisahnya beberapa benua dan terbentuknya bumi dalam rupa seperti sekarang adalah
sebagai akibat dari topan yang dahulu.
Topan yang dialami oleh Nabi Nuh terus berlanjut dalam beberapa zaman di mana kita
tidak dapat mengetahui batasnya. Kemudian datanglah perintah Ilahi agar langit
menghentikan hujannya dan agar bumi tetap tenang dan menelan air itu, dan agar kayukayu
perahu berlabuh di al-Judi, yaitu nama suatu tempat di zaman dahulu. Ada yang
mengatakan bahwa ia adalah gunung yang terletak di Irak. Dengan datangnya perintah
Ilahi, bumi kembali menjadi tenang dan air menjadi surut. Topan telah menyucikan bumi
dan membasuhnya. Allah SWT berfirman:
"Dan difirmankan: 'Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,' dan air
pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukitjudi.
Dan dikatakan: 'Binasalah orang-orang yang lalim. " (QS. Hud: 44)
Dan air pun disurutkan, yakni air berkurang dan kembali ke celah-celah bumi. Segala
urusan telah diputuskan dan orang-orang kafir telah hancur sepenuhnya. Dikatakan
bahwa Allah SWT me-mandulkan rahim-rahim wanita selama empat puluh tahun
sebelum datangnya topan, karena itu tidak ada yang terbunuh seorang anak bayi atau
anak kecil.
Firman-Nya: Dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit judi, yakni ia berlabuh di atasnya.
Di sebutkan bahwa hari itu bertepatan dengan hari Asyura' (hari kesepuluh dari bulan
Muharam). Lalu Nabi Nuh berpuasa dan memerintahkan orang-orang yang bersamanya
untuk berpuasa juga.
Dikatakan: 'Binasalah orang-orang yang lalim, 'yakni kehancuran bagi mereka. Topan
menyucikan bumi dari mereka dan membersihkannya. Lenyaplah peristiwa yang
mengerikan dengan lenyapnya topan. Dan berpindahlah pergulatan dari ombak ke jiwa
Nabi Nuh. Ia mengingat anaknya yang tenggelam. Nabi Nuh tidak mengetahui saat itu
bahwa anaknya menjadi kafir. Ia menganggap bahwa anaknya sebagai seorang mukmin
yang memilih untuk menyelamatkan diri dengan cara berlindung kepada gunung. Namun
ombak telah mengakhiri percakapan keduanya sebelum mereka menyelesaikannya. Nabi
Nuh tidak mengetahui seberapa jauh bagian keimanan yang ada pada anaknya. Lalu
bergeraklah naluri kasih sayang dalam hati sang ayah. Allah SWT berfirman:
"Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku
termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau
adalah Hakim yang seadil-adilnya. " (QS. Hud: 45)
Nuh ingin berkata kepada Allah SWT bahwa anaknya termasuk dari keluarganya yang
beriman dan Dia menjanjikan untuk menyelamatkan keluarganya yang beriman. Allah
SWT berkata dan menjelaskan kepada Nuh keadaan sebenarnya yang ada pada anaknya:
"Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan
diselamatkan). Sesungguhnya perbuatannya tidak baik. Sebab itu, janganlah kamu
memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikatnya). Aku
memperingatkan kepa-damu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak
berpengetahuan.'" (QS. Hud: 46)
Al-Qurthubi berkata—menukil dari guru-gurunya dari kalangan ulama—ini adalah
pendapat yang kami dukung: "Anaknya berada di sisinya (yakni bersama Nabi Nuh dan
dalam dugaannya ia seorang mukmin). Nabi Nuh tidak berkata kepada Tuhannya:
"Sesungguhnya anakku termasuk keluargaku," kecuali karena ia memang menampakkan
hal yang demikian kepadanya. Sebab, mustahil ia meminta kehancuran orang-orang kafir
kemudian ia meminta agar sebagian mereka diselamatkan."
Anaknya menyembunyikan kekufuran dan menampakkan keimanan. Lalu Allah SWT
memberitahukan kepada Nuh ilmu gaib yang khusus dimiliki-Nya. Yakni Allah SWT
memberitahunya keadaan sebenarnya dari anaknya. Allah SWT ketika menasihatinya
agar jangan sampai ia menjadi orang-orang yang tidak mengerti. Dia ingin
menghilangkan darinya anggapan bahwa anaknya beriman kemudian mati bersama
orang-orang kafir.
Di sana terdapat pelajaran penting yang terkandung dalam ayat-ayat yang mulia itu, yang
menceritakan kisah Nabi Nuh bersama anaknya. Allah SWT ingin berkata kepada Nabi-
Nya yang mulia bahwa anaknya bukan termasuk keluarganya karena ia tidak beriman
kepada Allah SWT. Hubungan darah bukanlah hubungan hakiki di antara manusia. Anak
seorang nabi adalah anaknya yang meyakini akidah, yaitu mengikuti Allah SWT dan
nabi, dan bukan anaknya yang menentangnya, meskipun berasal dari sulbinya. Jika
demikian seorang mukmin harus menghindar dari kekufuran. Dan di sini juga harus di
teguhkan hubungan sesama akidah di antara orang-orang mukmin. Adalah tidak benar
jika hubungan sesama mereka dibangun berdasarkan darah, ras, warna kulit, atau tempat
tinggal.
Nabi Nuh memohon ampun kepada Tuhannya dan bertaubat kepada-Nya. Kemudian
Allah SWT merahmatinya dan memerintahkannya untuk turun dari perahu dalam
keadaan dipenuhi dengan keberkahan dari Allah SWT dan penjagaan-Nya:
"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon
kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakikatnya). Dan sekiranya Engkau
tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh mbelas kasihan kepadaku, niscaya
aku akan termasuk orang-orang yang merugi. " (QS. Hud: 47) "Difirmankan: 'Hai Nuh,
turunlah dengan selamat dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat
(yang beriman) dari orang-orang yang bersamamu.'" (QS. Hud: 48)
Nabi Nuh turun dari perahunya dan ia melepaskan burung-burung dan binatang-binatang
buas sehingga mereka menyebar ke bumi. Setelah itu, orangorang mukmin juga tumn.
Nabi Nuh meletakkan dahinya ke atas tanah dan bersujud. Saat itu bumi masih basah
karena pengaruh topan. Nabi Nuh bangkit setelah salatnya dan menggali pondasi untuk
membangun tempat ibadah yang agung bagi Allah SWT. Orang-orang yang selamat
menyalakan api dan duduk-duduk di sekelilinginya. Menyalakan api sebelumnya di
larang di dalam perahu karena dikhawatirkan api akan menyentuh kayu-kayunya dan
membakarnya. Tak seorang pun di antara mereka yang memakan makanan yang hangat
selama masa topan.
Berlalulah hari puasa sebagai tanda syukur kepada Allah SWT. Al-Qur'an tidak lagi
menceritakan kisah Nabi Nuh setelah topan sehingga kita tidak mengetahui bagaimana
peristiwa yang dialami Nabi Nuh bersama kaumnya. Yang kita ketahui atau yang perlu
kita tegaskan bahwa Nabi Nuh mewasiatkan kepada putra-putranya saat ia meninggal
agar mereka hanya menyembah Allah SWT.

0 comments

KISAH NABI ADAM

Allah SWT berkehendak untuk menciptakan Nabi Adam. Allah SWT berfirman kepada
para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi. " (QS. al-Baqarah: 30)
Terdapat perbedaan pendapat berkenaan dengan makna khilafah (perihal menjadi
khalifah) Nabi Adam. Ada yang mengatakan, bahwa ia sebagai khalifah dari kelompok
manusia yang pertama-tama datang ke bumi di mana kelompok ini membuat kerusakan
dan menumpahkan darah di dalamnya. Ada yang mengatakan, bahwa ia adalah
khalifatullah, dengan pengertian bahwa ia sebagai khalifah (utusan Allah) dalam
melaksanakan perintah-perintah-Nya dan hukum-hukum-Nya, karena ia adalah utusan
Allah yang pertama. Demikianlah yang kami yakini.
Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah saw tentang Nabi Adam: "Apakah ia sebagai nabi
yang diutus?" Beliau menjawab: "Benar." Beliau ditanya: "Ia menjadi rasul bagi siapa?
Sementara di bumi tidak ada seorang pun?" Beliau menjawab: "Ia menjadi rasul bagi
anak-anaknya."
Tabir penciptaan disingkap di tengah-tengah para malaikat-Nya. Allah SWT berfirman:
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.' Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak
menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
menyucikan Engkau ?' Tuhan berfirman: 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.'" (QS. al-Baqarah: 30)
Berkenaan dengan ayat tersebut, para mufasir memberikan komentar yang beragam.
Dalam tafsir al-Manar disebutkan: "Sesungguhnya ayat-ayat ini termasuk ayat-ayat
mutasyabihat yang tidak dapat ditafsirkan zahirnya. Sebab, dilihat dari ketentuan dialog
(at-Takhathub) ia mengandung konsultasi dari Allah SWT. Tentu yang demikian itu
mustahil bagi-Nya. Di samping itu, ia juga mengandung pemberitahuan dari-Nya kepada
para malaikat yang kemudian diikuti dengan penentangan dan perdebatan dari mereka.
Hal seperti ini tidak layak bagi Allah SWT dan bagi para malaikat-Nya. Saya lebih setuju
untuk mengalihkan makna cerita tersebut pada sesuatu yang lain."
Sedangkan dalam tafsir al-Jami' li Ahkamil Qur'an disebutkan: "Sesungguhnya Allah
telah memberitahukan kepada para malaikat-Nya, bahwa jika Dia menjadikan ciptaan di
muka bumi maka mereka akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah." Ketika
Allah berfirman:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi, " (QS. al-
Baqarah: 30)
Mereka bertanya: "Apakah ini adalah khalifah yang Engkau ceritakan kepada kami
bahwa mereka akan membuat kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah, ataukah
khalifah selainnya?" Dalam tafsir Fi Zhilalil Qur'an disebutkan: "Sesungguhnya para
malaikat melalui fitrah mereka yang suci yang tidak membayangkan kecuali kebaikan
dan kesucian, mereka mengira bahwa tasbih dan mengultuskan Allah adalah puncak dari
segala wujud. Puncak ini terwujud dengan adanya mereka, sedangkan pertanyaan mereka
hanya menggambarkan keheranan mereka, bukan berasal dari penentangan atau apa pun
juga."
Kita melihat bagaimana para mufasir berijtihad untuk menyingkap hakikat, lalu Allah
SWT menyingkapkan kedalaman dari Al-Qur'an pada masing-masing dari mereka.
Kedalaman Al-Qur'an sangat mengagumkan. Kisah tersebut disampaikan dalam gaya
dialogis, suatu gaya yang memiliki pengaruh yang kuat. Tidakkah Anda melihat bahwa
Allah SWT berfirman:
"Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata
kepadanya dan kepada bumi: Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan
suka hati atau terpaksa.' Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan suka hati.'" (QS.
Fushshilat: 11)
Apakah seseorang membayangkan bahwa Allah SWT berbicara dengan langit dan bumi,
dan bumi dan langit pun menjawabnya sehingga terjadi dialog ini di antara mereka?
Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan langit dan bumi sehingga keduanya taat. Allah
SWT menggambarkan apa yang terjadi dengan gaya dialogis hanya untuk meneguhkan
dalam pikiran dan menegaskan maknanya serta penjelasannya. Penggunaan gaya
dramatis dalam kisah Nabi Adam mengisyaratkan makna yang dalam.
Kita membayangkan bahwa Allah SWT ketika menetapkan penciptaan Nabi Adam, Dia
memberitahukan kepada malaikat-Nya dengan tujuan agar mereka bersujud kepadanya,
bukan dengan tujuan mengambil pendapat mereka atau bermusyawarah dengan mereka.
Maha Suci Allah SWT dari hal yang demikian itu. Allah SWT memberitahukan mereka
bahwa Dia akan menjadikan seorang hamba di muka bumi, dan bahwa khalifah ini akan
mempunyai keturunan dan cucu-cucu, di mana mereka akan membuat kerusakkan di
muka bumi dan menumpahkan darah di dalamnya. Lalu para malaikat yang suci
mengalami kebingungan. Bukankah mereka selalu bertasbih kepada Allah dan
mensucikan-Nya, namun mengapa khalifah yang terpilih itu bukan termasuk dari
mereka? Apa rahasia hal tersebut, dan apa hikmah Allah dalam masalah ini?
Kebingungan melaikat dan keinginan mereka untuk mendapatkan kemuliaan sebagai
khalifah di muka bumi, dan keheranan mereka tentang penghormatan Adam dengannya,
dan masih banyak segudang pertanyaan yang tersimpan dalam diri mereka. Namun Allah
SWT segera menepis keraguan mereka dan kebingungan mereka, dan membawa mereka
menjadi yakin dan berserah diri. Firman-Nya:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui." (QS. al-Baqarah: 30)
Ayat tersebut menunjukan keluasan ilmu Allah SWT dan keterbatasan ilmu para
malaikat, yang karenanya mereka dapat berserah diri dan meyakini kebenaran kehendak
Allah. Kita tidak membayangkan terjadinya dialog antara Allah SWT dan para malaikat
sebagai bentuk pengultusan terhadap Allah dan penghormatan terhadap para malaikat-
Nya. Dan kita meyakini bahwa dialog terjadi dalam diri malaikat sendiri berkenaan
dengan keinginan mereka untuk mengemban khilafah di muka bumi, kemudian Allah
SWT memberitahu mereka bahwa tabiat mereka bukan disiapkan untuk hal tersebut.
Sesungguhnya tasbih pada Allah SWT dan menyucikan-Nya adalah hal yang sangat
mulia di alam wujud, namun khilafah di muka bumi bukan hanya dilakukan dengan hal
itu. Ia membutuhkan karakter yang lain, suatu karakter yang haus akan pengetahuan dan
lumrah baginya kesalahan. Kebingungan atau keheranan ini, dialog yang terjadi dalam
jiwa para malaikat setelah diberitahu tentang penciptaan Nabi Adam, semua ini layak
bagi para malaikat dan tidak mengurangi kedudukan mereka sedikit pun. Sebab,
meskipun kedekatan mereka dengan Allah SWT dan penyembahan mereka terhadap-Nya
serta penghormatan-Nya kepada mereka, semua itu tidak menghilangkan kedudukan
mereka sebagai hamba Allah SWT di mana mereka tidak mengetahui ilmu Allah SWT
dan hikmah-Nya yang tersembunyi, serta alam gaibnya yang samar. Mereka tidak
mengetahui hikmah-Nya yang tinggi dan sebab-sebab perwujudannya pada sesuatu.
Setelah beberapa saat para malaikat akan memahami bahwa Nabi Adam adalah ciptaan
baru, di mana dia berbeda dengan mereka yang hanya bertasbih dan menyucikan Allah,
dan dia pun berbeda dengan hewan-hewan bumi dan makhluk-makhluk yang ada di
dalamnya yang hanya menumpahkan darah dan membuat kerusakkan. Sesungguhnya
Nabi Adam akan menjadi ciptaan baru dan keberadaannya disertai dengan hikmah yang
tinggi yang tidak ada seorang pun mengetahuinya kecuali Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan Aku tidak menciptkan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepada-Ku."
(QS. adz-Dzariyat: 56)
Ibnu Abbas membaca ayat tersebut: "Liya'rifuun" (agar mereka mengenal Aku).
Pengetahuan merupakan tujuan dari penciptaan manusia. Dan barangkali pendekatan
yang terbaik berkenaan dengan tafsir ayat tersebut adalah apa yang disampaikan oleh
Syekh Muhammad Abduh: "Dialog yang terdapat dalam ayat tersebut adalah urusan
Allah SWT dengan para malaikat-Nya di mana Dia menggambarkan kepada kita dalam
kisah ini dengan ucapan, pertanyaan, dan jawaban. Kita tidak mengetahui hakikat hal
tersebut. Tetapi kita mengetahui bahwa dialog tersebut tidak terjadi sebagaimana
lazimnya yang dilakukan oleh sesama kita, manusia."
Para malaikat mengetahui bahwa Allah SWT akan menciptakan khalifah di muka bumi.
Allah SWT menyampaikan perintah-Nya kepada mereka secara terperinci. Dia
memberitahukan bahwa Dia akan menciptakan manusia dari tanah. Maka ketika Dia
menyempurnakannya dan meniupkan roh di dalamnya, para malaikat harus bersujud
kepadanya. Yang harus dipahami bahwa sujud tersebut adalah sujud penghormatan,
bukan sujud ibadah, karena sujud ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku akan
menciptakan manusia dari tanah.' Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan
Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; hendaklah kamu bersyukur dengan bersujud
kepadanya. ' Lalu seluruh malikat itu bersujud semuanya, kecuali Iblis. Dia
menyombongkan diri dan dia termasuk orang-orang yang kafir. " (QS. Shad: 71-74)
Allah SWT mengumpulkan segenggam tanah dari bumi; di dalamnya terdapat yang
berwarna putih, hitam, kuning, coklat dan merah. Oleh karena itu, manusia memiliki
beragam warna kulit. Allah SWT mencampur tanah dengan air sehingga menjadi tanah
liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dari tanah inilah Allah
menciptakan Nabi Adam. Allah SWT menyempurnakannya dengan kekuasaan-Nya lalu
meniupkan roh-Nya di dalamnya, kemudian bergeraklah tubuh Nabi Adam dan tanda
kehidupan mulai ada di dalamnya.
Selanjutnya, Nabi Adam membuka kedua matanya dan ia melihat para malaikat
semuanya bersujud kepadanya, kecuali satu makhluk yang berdiri di sana. Nabi Adam
tidak tahu siapakah makhluk yang tidak mau bersujud itu. Ia tidak mengenal namanya.
Iblis berdiri bersama para malaikat tetapi ia bukan berasal dari golongan mereka. Iblis
berasal dari kelompok jin. Allah SWT menceritakan kisah penolakan Iblis untuk sujud
kepada Nabi Adam pada beberapa surah. Allah SWT berfirman:
"Allah berfirman: 'Hai Mis, apa yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Kuciptakan
dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu
merasa termasuk orang-orang yang lebih tinggi? 'Iblis berkata: 'Aku lebih baik
daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari
tanah.' Allah berfirman: 'Maka keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah
orang yang terkutuk. Sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan.'
Mis berkata: 'Ya Tuhanku, ben tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan.' Allah
berfirman: 'Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai
kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari kiamat).' Iblis menjawab: 'Demi
kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba-Mu yang
mukhlis di antara mereka.'" (QS. Shad: 75-83)
Nabi Adam mengikuti peristiwa yang terjadi di depannya. Ia merasakan suasana cinta,
rasa takut, dan kebingungan. Nabi Adam sangat cinta kepada Allah SWT yang telah
menciptakannya dan memuliakannya dengan memerintahkan para malaikat-Nya untuk
sujud kepadanya. Adam juga merasa takut saat melihat Allah SWT marah terhadap iblis
dan mengusirnya dari pintu rahmat-Nya. Ia merasakan kebingungan ketika melihat
makhluk ini yang membencinya, padahal ia belum mengenalnya. Makhluk itu
membayangkan bahwa ia lebih baik dari Nabi Adam, padahal tidak ada bukti yang
menunjukkan bahwa salah satu dari mereka lebih baik dibandingkan dengan yang lain.
Kemudian alangkah anehnya alasan iblis. Ia membayangkan bahwa api lebih baik dari
tanah. Dari mana ia mendapatkan ilmu ini? Seharusnya ilmu ini berasal dari Allah SWT
karena Dialah yang menciptakan api dan tanah dan mengetahui mana di antara keduanya
yang paling utama.
Dari dialog tersebut, Nabi Adam mengetahui bahwa iblis adalah makhluk yang memakai
atribut keburukan dan sifat yang tercela. Ia meminta kepada Allah SWT agar
mengekalkannya sampai hari kebangkitan. Iblis tidak ingin mad. Namun Allah SWT
mengetahui bahwa ia akan tetap hidup sampai hari yang ditentukan. Ia akan hidup sampai
menjemput ajalnya dan kemudian mati. Nabi Adam mengetahui bahwa Allah SWT telah
melaknat iblis dan telah mengusirnya dari rahmat-Nya. Akhirnya, Nabi Adam
mengetahui musuh abadinya. Nabi Adam bingung dengan kenekatan musuhnya dan kasih
sayang Allah SWT.
Barangkali ada seseorang yang bertanya kepada saya: "Mengapa Anda tidak meyakini
terjadi dialog antara Allah SWT dan para malaikat-Nya dan Anda cenderung
menakwilkan ayat-ayat tersebut, sedangkan Anda menerima adanya dialog antara Allah
dan iblis." Saya jawab: "Sesungguhnya akal menunjukkan kita kepada kesimpulan
tersebut. Terjadinya dialog antara Allah SWT dan para malaikat-Nya adalah hal yang
mustahil karena para malaikat suci dari kesalahan dan dosa dan keinginan-keinginan
manusiawi yang selalu mencari ilmu. Sesuai dengan karakter penciptaan mereka, mereka
adalah pasukan yang setia dan mulia. Adapun iblis ia terikat dan tunduk terhadap
ketentuan agama, dan karakternya sebagai jin mendekati karakter jenis ciptaan Nabi
Adam. Dengan kata lain, bahwa jin dapat beriman dan dapat juga menjadi kafir.
Sesungguhnya kecenderungan agama mereka dapat saja tidak berfungsi ketika mereka
tertipu oleh kesombongan yang palsu sehingga mereka mempunyai gambaran yang salah.
Maka dari sisi inilah terjadi dialog. Dialog di sini berarti kebebasan. Tabiat manusia dan
jin cenderung untuk menggunakan kebebasannya, sedangkan tabiat para malaikat tidak
dapat menggunakan kebebasan. Nabi Adam menyaksikan secara langsung—setelah
penciptaannya— kadar kebebasan yang Allah SWT berikan kepada makhluk-Nya yang
terkena tanggung jawab. Terjadinya pelajaran ini di depan Nabi Adam mengandung
maksud yang dalam.
Allah SWT tidak pernah mencabut kebebasan yang diberikan-Nya kepada iblis. Namun
pada akhirnya, iblis tetap sebagai hamba yang kafir. Iblis benar-benar menolak untuk
sujud kepada Nabi Adam. Allah SWT mengetahui bahwa ia akan menolak untuk sujud
kepada Nabi Adam dan akan menentang-Nya. Bisa saja Allah SWT menghancurkannya
atau mengubahnya menjadi tanah namun Allah memberikan kebebasan kepada makhlukmakhluk-
Nya yang dibebani tanggung jawab. Dia memberikan kepada mereka kebebasan
mutlak sehingga mereka bisa saja menolak perintah-Nya. Tetapi yang perlu diperhatikan
bahwa keingkaran orang-orang kafir dan orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya tidak
berarti meng-urangi kebesaran kerajaan-Nya dan sebaliknya, keimanan orang-orang
mukmin dan kepatuhan orang-orang yang taat tidak berarti menambah kebesaran
kekuasaan-Nya. Semua itu kembali kepada mereka.
Adam menyadari bahwa kebebasan di alam wujud adalah merupakan karunia yang Allah
SWT berikan kepada makhluk-Nya. Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas
penggunaan kebebasan itu. Setelah mempelajari pelajaran kebebasan, Nabi Adam
mempelajari pelajaran kedua dari Allah SWT, yaitu ilmu. Nabi Adam mengetahui bahwa
iblis adalah simbol kejahatan di alam wujud. Sebagaimana ia mengetahui bahwa para
malaikat adalah simbol kebaikan, sementara ia belum mengenal dirinya saat itu.
Kemudian Allah SWT memberitahukan kepadanya tentang hakikatnya, hikrnah
penciptaannya, dan rahasia penghormatannya. Allah SWT berfirman:
"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya. " (QS. al-
Baqarah: 31)
Allah SWT memberinya rahasia kemampuan untuk meringkas sesuatu dalam simbolsimbol
dan nama-nama. Allah SWT mengajarinya untuk menamakan benda-benda: ini
burung, ini bintang, ini pohon, ini awan, dan seterusnya. Nabi Adam mempelajari semua
nama-nama tersebut. Yang dimaksud dengan nama-nama di sini adalah ilmu dan
pengetahuan. Allah SWT menanamkan pengetahuan yang luas dalam jiwa Nabi Adam
dan keinginan yang terus mendorongnya untuk mengetahui sesuatu. Hasrat untuk
menggali ilmu dan belajar juga diwariskan kepada anak-anaknya Nabi Adam. Inilah
tujuan dari penciptaan Nabi Adam dan inilah rahasia di balik penghormatan para malaikat
kepadanya. Setelah Nabi Adam mempelajari nama benda-benda; kekhususannya dan
kemanfaatannya, Allah SWT menunjukkan benda-benda tersebut atas para malaikat-Nya
dan berkata:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itujika kamu memang orang-orangyang
benar. " (QS. al-Baqarah: 31)
Yang dimaksud adalah kebenaran mereka untuk menginginkan khilafah. Para malaikat
memperhatikan sesuatu yang ditunjukkan oleh Allah SWT kepada mereka, namun
mereka tidak mengenali nama-namanya. Mereka mengakui di hadapan Allah SWT
tentang kelemahan mereka untuk menamai benda-benda tersebut atau memakai simbolsimbol
untuk mengungkapkannya. Para malaikat berkata sebagai bentuk pengakuan
terhadap ketidakmampuan mereka:
"Maha Suci Engkau." (QS. al-Baqarah: 32)
Yakni, kami menyucikan-Mu dan mengagungkan-Mu.
"Tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada Kami.
Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. al-
Baqarah: 32)
Yakni, mereka mengembalikan semua ilmu kepada Allah SWT. Allah SWT berkata
kepada Adam:
"Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." (QS. al-Baqarah: 33)
Kemudian Nabi Adam memberitahu mereka setiap benda yang Allah SWT tunjukkan
kepada mereka dan mereka tidak mengenali nama-namanya:
"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat itu lalu berfirman: 'Sebutkanlah kepada-Ku
nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar.' Mereka menjawab:
'Maha Suci Engkau. Tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau
ajarkan kepada Kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana. Allah berfirman: 'Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda
ini.' Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama benda-benda itu, Allah
berfirman: 'Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku
mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa
yang kamu sembunyikan?'"(QS. al-Baqarah: 31-33)
Allah SWT ingin berkata kepada para malaikat, bahwa Dia mengetahui keheranan yang
mereka tunjukkan, ketika Dia memberitahu mereka tentang penciptaan Nabi Adam
sebagaimana Dia mengetahui kebingungan yang mereka sembunyikan dan sebagaimana
juga Dia mengetahui kemaksiatan dan pengingkaran yang disembunyikan oleh iblis.
Para malaikat menyadari bahwa Nabi Adam adalah makhluk yang mengetahui sesuatu
yang tidak mereka ketahui. Ini adalah hal yang sangat mulia. Dan para malaikat
mengetahui, mengapa Allah memerintahkan mereka untuk bersujud kepadanya
sebagaimana mereka memahami rahasia penciptaannya sebagai khalifah di muka bumi,
di mana ia akan menguasainya dan memimpin di dalamnya dengan ilmu dan
pengetahuan. Yaitu, pengetahuan terhadap Sang Pencipta yang kemudian dinamakan
dengan Islam atau iman. Para malaikat pun mengetahui sebab-sebab kemakmuran bumi
dan pengubahannya dan penguasaanya, serta semua hal yang berkenaan dengan ilmuilmu
mated di muka bumi.
Adalah hal yang maklum bahwa kesempurnaan manusia tidak akan terwujud kecuali
dengan pencapaian ilmu yang dengannya manusia dapat mengenal Sang Pencipta, dan
ilmu-ilmu yang berkenaan dengan alam. Jika manusia berhasil di satu sisi, namun gagal
di sisi yang lain maka ia laksana burung yang terbang dengan sayap satu di mana setiap
kali ia terbang sayap yang lain mencegahnya.
Nabi Adam mengetahui semua nama-nama dan terkadang ia berbicara bersama para
malaikat, namun para malaikat disibukkan dengan ibadah kepada Allah SWT. Oleh
karena itu, Adam merasa kesepian. Kemudian Adam tidur dan tatkala ia bangun ia
mendapati seorang perempuan yang memiliki mata yang indah, dan tampak penuh
dengan kasih sayang. Kemudian terjadilah dialog di antara mereka:
Adam berkata: "Mengapa kamu berada di sini sebelum saya tidur." Perempuan itu
menjawab: "Ya." Adam berkata: "Kalau begitu, kamu datang di tengah-tengah tidurku?"
Ia menjawab: 'Ya." Adam bertanya: "Dari mana kamu datang?" Ia menjawab: "Aku
datang dari dirimu. Allah SWT menciptakan aku darimu saat kamu tidur." Adam
bertanya: "Mengapa Allah menciptakan kamu?" Ia menjawab: "Agar engkau merasa
tenteram denganku." Adam berkata: "Segala puji bagi Allah. Aku memang merasakan
kesepian."
Para malaikat bertanya kepada Adam tentang namanya. Nabi Adam menjawab:
"Namanya Hawa." Mereka bertanya: "Mengapa engkau menamakannya Hawa, wahai
Adam?" Adam berkata: "Karena ia diciptakan dariku saat aku dalam keadaan hidup."
Nabi Adam adalah makhluk yang suka kepada pengetahuan. Ia membagi pengetahuannya
kepada Hawa, di mana ia menceritakan apa yang diketahuinya kepada pasangannya itu,
sehingga Hawa mencintainya. Allah SWT berfirman:
"Dan Kami berfirman: 'Hai Adam, tinggallah kamu dan istrimu di surga ini, dan
makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai,
dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang
yang lalim.'" (QS. al-Baqarah: 35)
Kita tidak mengetahui tempat surga ini. Al-Qur'an tidak membicarakan tempatnya, dan
para mufasir berbeda pendapat tentang hal itu. Sebagian mereka berkata: "Itu adalah
surga yang bakal dihuni oleh manusia (jannah al-Ma'wa) dan tempatnya di langit."
Namun sebagian lagi menolak pendapat tersebut. Sebab jika ia adalah jannah al-Ma'wa
maka iblis tidak dapat memasukinya dan tidak akan terjadi kemaksiatan di dalamnya.
Sebagian lagi mengatakan: "Ia adalah surga yang lain, yang Allah ciptakan untuk Nabi
Adam dan Hawa." Bahkan ada juga yang berpendapat bahwa ia adalah surga (taman) dari
taman-taman bumi yang terletak di tempat yang tinggi. Dan sekelompok mufasir yang
lain menganjurkan agar kita menerima ayat tersebut apa adanya dan menghentikan usaha
untuk mencari hakikatnya. Kami sendiri sependapat dengan hal ini. Sesungguhnya
pelajaran yang dapat kita ambil berkenaan dengan penentuan tempatnya tidak sedikit pun
menyamai pelajaran yang dapat kita ambil dari apa yang terjadi di dalamnya.
Nabi Adam dam Hawa memasuki surga dan di sana mereka berdua merasakan
kenikmatan manusiawi semuanya. Di sana mereka juga mengalami pengalamanpengalaman
yang berharga. Kehidupan Nabi Adam dan Hawa di surga dipenuhi dengan
kebebasan yang tak terbatas. Dan Nabi Adam mengetahui makna kebahagiaan yang ia
rasakan pada saat ia berada di surga bersama Hawa. Ia tidak lagi mengalami kesepian. Ia
banyak menjalin komunikasi dengan Hawa. Mereka menikmati nyanyian makhluk, tasbih
sungai-sungai, dan musik alam sebelum ia mengenal bahwa alam akan disertai dengan
penderitaan dan kesedihan. Allah SWT telah mengizinkan bagi mereka untuk mendekati
segala sesuatu dan menikmati segala sesuatu selain satu pohon, yang barangkali ia adalah
pohon penderitaan atau pohon pengetahuan. Allah SWT berkata kepada mereka sebelum
memasuki surga:
"Dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang
yang lalim.'" (QS. al-Baqarah: 35)
Nabi Adam dan Hawa mengerti bahwa mereka dilarang untuk memakan sesuatu dari
pohon ini, namun Nabi Adam adalah manusia biasa, dan sebagai manusia ia lupa dan
hatinya berbolak-balik serta tekadnya melemah. Maka iblis memanfaatkan kemanusiaan
Nabi Adam dan mengumpulkan segala kedengkiannya yang disembunyikan dalam
dadanya. Iblis terus berusaha membangkitkan waswas dalam diri Nabi Adam. Apakah
aku akan menunjukkan kepadamu pohon keabadian dan kekuasaan yang tidak akan
sirna? Nabi Adam bertanya-tanya dalam dirinya. Apa yang akan terjadi seandainya ia
memakan buah tersebut, barangkali itu benar-benar pohon keabadian. Nabi Adam
memang memimpikan untuk kekal dalam kenikmatan dan kebebasan yang dirasakannya
dalam surga.
Berlalulah waktu di mana Nabi Adam dan Hawa sibuk memikirkan pohon itu. Kemudian
pada suatu hari mereka menetapkan untuk memakan pohon itu. Mereka lupa bahwa
Alllah SWT telah mengingatkan mereka agar tidak mendekatinya. Mereka lupa bahwa
iblis adalah musuh mereka sejak dahulu. Nabi Adam mengulurkan tangannya ke pohon
itu dan memetik salah satu buahnya dan kemudian memberikannya kepada Hawa.
Akhirnya mereka berdua memakan buah terlarang itu.
Allah SWT berfirman:
"Dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia." (QS. Thaha: 121)
Tidak benar apa yang disebutkan oleh kitab-kitab kaum Yahudi bahwa Hawa menggoda
Nabi Adam yang karenanya ia bertanggung jawab terhadap pemakanan buah itu. Nas Al-
Qur'an tidak menyebut Hawa, namun ia menyebut Nabi Adam sebagai orang yang
bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Demikianlah setan disalahkan dan Nabi Adam
juga disalahkan karena kesombongan. Salah seorang dari mereka menghina manusia, dan
yang lain ingin menjadi tandingan bagi Allah SWT dalam hal kekekalan.
Belum selesai Nabi Adam memakan buah tersebut sehingga ia merasakan penderitaan,
kesedihan, dan rasa malu. Berubahlah keadaan di sekitamya dan berhentilah musik indah
yang memancar dari dalam dirinya. Ia mengetahui bahwa ia tak berbusana, demikian juga
istrinya. Akhirnya, ia mengetahui bahwa ia seorang lelaki dan bahwa istrinya seorang
wanita. Ia dan istrinya mulai memetik daun-daun pohon untuk menutup tubuh mereka
yang terbuka. Kemudian Allah SWT mengeluarkan perintah agar mereka turun dari
surga.
Nabi Adam dan Hawa turun ke bumi. Mereka keluar dari surga. Nabi Adam dalam
keadaan sedih sementara Hawa tidak henti-hentinya menangis. Karena ketulusan taubat
mereka, akhirnya Allah SWT menerima taubat mereka dan Allah SWT memberitahukan
kepada mereka bahwa bumi adalah tempat mereka yang asli, di mana mereka akan hidup
di dalamnya, mati di atasnya, dan akan dibangkitkan darinya pada hari kebangkitan.
Allah SWT berfirman:
"Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan
dibangkitkan. " (QS. al-A'raf: 25)
Kemudian Allah SWT menceritakan kisah tentang pelajaran ketiga yang diperoleh Nabi
Adam selama keberadaannya di surga dan setelah keluarnya ia darinya dan turunnya ia ke
bumi.
Allah SWT berfirman:
"Dan Sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan
perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat. Dan (ingatlah) ketika
Kami berkata kepada malaikat: 'Sujudlah kamu kepada Adam,' maka mereka sujud
kecuali Mis. la membangkang. Maka Kami berkata: "Hai Adam, sesungguhnya ini (Iblis)
adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia
mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka.
Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang, dan
sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak pula akan ditimpa panas
matahari di dalamnya.' Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan
berkata: 'Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan
yang tidak akan binasa ?' Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu tampaklah
bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun
(yang ada di) surga, dan durhakalah Adam dan sesatlah ia. Kemudian Tuhannya
memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk. Allah berfirman:
'Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi
sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang
mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.'" (QS. Thaha: 115-123)
Sebagian orang menganggap bahwa Nabi Adam keluar dari surga karena kesalahannya
dan kemaksiatannya. Ini adalah anggapan yang tidak benar karena Allah SWT
berkehendak menciptakan Nabi Adam di mana Dia berkata kepada malaikat:
"Sesungguhnya aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Dan Dia tidak
mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya aku akan menjadikan khalifah di surga."
Tidaklah turunnya Nabi Adam ke bumi sebagai penurunan penghinaan tetapi ia
merupakan penurunan kemuliaan sebagaimana dikatakan oleh kaum sufi. Allah SWT
mengetahui bahwa Nabi Adam dan Hawa akan memakan buah itu, dan selanjutnya
mereka akan turun ke bumi. Allah SWT juga mengetahui bahwa setan akan merampas
kebebasan mereka. Pengalaman merupakan dasar penting dari proses menjadi khalifah di
muka bumi agar Nabi Adam dan Hawa mengetahui—begitu juga keturunan mereka—
bahwa setan telah mengusir kedua orang tua mereka dari surga, dan bahwa jalan menuju
surga dapat dilewati dengan ketaatan kepada Allah SWT dan permusuhan pada setan.
Apakah dikatakan kepada kita bahwa manusia adalah makhluk yang terpaksa, dan bahwa
Nabi Adam terpaksa atau dipaksa untuk berbuat kesalahan sehingga ia keluar dari surga
dan kemudian turun ke bumi? Sebenarnya anggapan ini tidak kalah bodohnya dari
anggapan pertama. Sebab, Nabi Adam merasakan kebebasan sepenuhnya, yang
karenanya ia mengemban tanggung jawab dari perbuatannya. Ia durhaka dan memakan
buah tersebut sehingga Allah SWT mengeluarkannya dari surga. Maksiat yang
dilakukannya tidak berlawanan dengan kebebasannya, bahkan keberadaannya yang asli
bersandar kepada kebebasannya. Alhasil, Allah SWT mengetahui apa yang bakal terjadi.
Dia mengetahui sesuatu sebelum terjadinya sesuatu itu. Pengetahuan-Nya itu berarti
cahaya yang menyingkap, bukan kekuatan yang memaksa. Dengan kata lain, Allah SWT
mengetahui apa yang akan terjadi, tetapi Dia tidak men-cegahnya atau mendorongnya
agar terjadi. Allah SWT memberikan kebebasan kepada hamba-hamba-Nya dan semua
makhluk-Nya. Yang demikian itu berkenaan dengan hikmah-Nya yang tinggi dalam
memakmurkan bumi dan mengangkat khalifah di dalamnya.
Nabi Adam memahami pelajaran ketiga. Ia memahami bahwa iblis adalah musuhnya.
Secara pasti ia mengerti bahwa iblis adalah penyebab ia kehilangan nikmat dan penyebab
kehancurannya. Ia mengerti bahwa Allah SWT akan menyiksa seseorang jika ia berbuat
maksiat, dan bahwa jalan menuju ke surga dapat dilewati dengan ketaatan kepada Allah
SWT. Ia memahami bahwa Allah SWT menerima taubat, memaafkan, menyayangi, dan
memilih. Allah SWT mengajari mereka agar beristigfar dan mengucapkan:
"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscayalah pastilah kami termasuk
orang-orang yang merugi." (QS. al-A'raf: 23)
Allah SWT menerima taubatnya dan memaafkannya serta mengirimnya ke bumi. Nabi
Adam adalah Rasul pertama bagi manusia. Mulailah kehidupan Nabi Adam di bumi. Ia
keluar dari surga dan berhijrah ke bumi, dan kemudian ia menganjurkan hal tersebut
(hijrah) kepada anak-anaknya dan cucu-cucunya dari kalangan nabi. Sehingga setiap nabi
memulai dakwahnya dan menyuruh kaumnya dengan cara keluar dari negerinya atau
berhijrah. Di sana Nabi Adam keluar dari surga sebelum kenabiannya, sedangkan di sini
(di bumi) para nabi biasanya keluar (hijrah) setelah pengangkatan kenabian mereka.
Nabi Adam mengetahui bahwa ia meninggalkan kedamaian ketika keluar dari surga. Di
bumi ia harus menghadapi penderitaan dan pergulatan, di mana ia harus menanggung
kesulitan agar dapat makan, dan ia harus melindungi dirinya dengan pakaian dan senjata,
serta melindungi istrinya dan anak-anaknya dari serangan binatang buas yang hidup di
bumi. Sebelum semua itu dan sesudahnya, ia harus meneruskan pertempurannya dengan
pangkal kejahatan yang menyebabkannya keluar dari surga, yaitu setan. Di bumi, setan
membuat waswas kepadanya dan kepada anak-anaknya sehingga mereka masuk dalam
neraka Jahim. Pertempuran antara pasukan kebaikan dan pasukan kejahatan di bumi tidak
akan pernah berhenti. Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk Allah SWT, ia tidak
akan merasakan ketakutan dan kesedihan, dan barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah
SWT dan mengikuti makhluk api, iblis, maka ia akan bersamanya di neraka.
Nabi Adam mengerti semua ini. Ia menyadari bahwa penderitaan akan menyertai
kehidupannya di atas bumi. Satu-satunya yang dapat meringankan kesedihannya adalah,
bahwa ia menjadi penguasa di bumi, yang karenanya ia harus menundukkannya,
memakmurkannya, dan membangunnya serta melahirkan keturunan yang baik di
dalamnya, sehingga mereka dapat mengubah kehidupan dan membuatnya lebih baik.
Hawa melahirkan dalam satu perut seorang lelaki dan seorang perempuan, dan pada perut
berikutnya seorang lelaki dan seorang perempuan, maka dihalalkan perkawinan antara
anak lelaki dari perut pertama dengan anak perempuan dari perut kedua. Akhirnya, anakanak
Nabi Adam menjadi besar dan menikah serta memenuhi bumi dengan keturunannya.
Nabi Adam mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT. Nabi Adam menyaksikan
kecenderungan pertama dari anaknya terhadap pangkal kejahatan, yaitu iblis sehingga
terjadilah kejahatan pembunuhan yang pertama kali di muka bumi. Salah seorang anak
Nabi Adam membunuh saudara kandungnya sendiri. Anak yang jahat itu membunuh
saudaranya yang baik. Allah berfirman:
"Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterimalah dari salah
seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). (QS. al-
Maidah: 27)
Dikatakan bahwa pembunuh ingin merebut istri saudara kandungannya untuk dirinya
sendiri. Nabi Adam memerintahkan mereka berdua untuk menghadirkan kurban lalu
setiap dari mereka menghadirkan kurban yang dimaksud. Allah SWT menerima kurban
dari salah satu dari mereka dan menolak kurban yang lain:
"Ia (Qabil) berkata: 'Aku pasti membunuhmu.' Berkata Habil: 'Sesungguhnya Allah
hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa. Sungguh kalau kamu
menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan
menggerakkan tanganku untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah,
Tuhan sekalian alam. (QS. al-Maidah: 27-28)
Perhatikanlah bagaimana Allah SWT menyampaikan kepada kita kalimat-kalimat yang
diucapkan oleh anak Nabi Adam yang terbunuh sebagai syahid, dan ia menyembunyikan
kalimat-kalimat yang diucapkan oleh si pembunuh. Si pembunuh mengangkat tangannya
sambil mengancam, namun calon korban pembunuhan itu berkata dengan tenang:
Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan membawa dosa membunuhku dan
dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah
pembalasan bagi orang-orang yang lalim. " (QS. al-Maidah: 29)
Selesailah percakapan antara mereka berdua dan anak yang jahat itu membiarkan anak
yang baik beberapa saat. Setelah beberapa hari, saudara yang baik itu tidur di tengahtengah
hutan yang penuh dengan pohon. Di hutan itu, keledai tua mati dan dagingnya
dimakan oleh burung Nasar dan darahnya ditelan oleh bumi. Yang tersisa hanya tulang
belulang berserakan di tanah. Kemudian saudaranya yang jahat membawanya menuju
saudara kandungnya yang sedang tidur, lalu ia mengangkat tangannya dan menjatuhkan
dengan keras dan cepat. Anak laki-laki baik itu tampak pucat wajahnya ketika melihat
darah mengucur darinya, lalu ia bangun. Ia bermimpi saat tidur. Lalu si pembunuh
menghantam saudaranya sehingga tidak tampak lagi gerakan dari tubuhnya. Si pembunuh
puas bahwa saudara kandungnya benar-benar mati. Pembunuh itu berdiri di depan korban
dengan tenang dan tampak pucat wajahnya.
Rasulullah saw bersabda: "Setiap orang yang membunuh jiwa yang tak berdosa maka
anak Adam yang pertama akan juga menanggung dosanya karena ia yang pertama kali
mengajarkan pembunuhan." Si pembunuh terduduk di depan saudaranya dalam keadaan
berlumuran darah. Apa yang akan dikatakannya terhadap Nabi Adam, ayahnya, jika ia
bertanya kepadanya tentang hal itu. Nabi Adam mengetahui bahwa mereka berdua keluar
bersama-sama lalu mengapa ia kembali sendinan. Seandainya ia mengingkari
pembunuhan terhadap saudaranya itu di depan ayahnya, maka di manakah ia dapat
menyembunyikan jasadnya, dan di mana ia dapat membuangnya? Saudaranya yang
terbunuh itu merupakan manusia yang pertama kali mad di muka bumi sehingga tidak
diketahui bagaimana cara menguburkan orang yang mati. Pembunuh itu membawa jasad
saudara kandungnya dan memikulnya. Tiba-tiba keheningan itu dipecah dengan suara
burung yang berteriak sehingga ia merasa ketakutan. Pembunuh itu menoleh dan
menemukan seekor burung gagak yang berteriak di atas bangkai burung gagak yang mati.
Burung gagak yang hidup meletakkan bangkai burung gagak yang mad di atas tanah lalu
ia mulai menggali tanah dengan paruhnya dan kedua kakinya. Kemudian ia
mengangkatnya dengan paruhnya dan meletakkannya dengan lembut dalam kuburan.
Lalu ia menimbunkannya di atas tanah. Setelah itu, ia terbang di udara dan kembali
berteriak. Si pembunuh berdiri dan ia mundur untuk meraih jasad saudara kandungnya
dan kemudian berteriak:
"Berkata Qabil: 'Aduhai, celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung
gagak ini, lalu aku dapat menguburkan saudaraku ini?" (QS. al-Maidah: 31)
Ia mulai merasakan kesedihan yang sangat dalam atas apa yang telah dilakukannya
terhadap saudaranya. Ia segera menyadari bahwa ia adalah orang yang paling buruk dan
paling lemah. Ia telah membunuh orang yang paling utama dan paling kuat. Anak Nabi
Adam berkurang satu dan iblis berhasil "mencuri" seorang anak Nabi Adam. Bergetarlah
tubuh si pembunuh dan ia mulai menangis dengan keras, lalu ia menggali kuburan
saudara kandungnya. Ketika mendengar kisah tersebut Nabi Adam berkata:
"Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang menyesatkan
lagi nyata." (QS. al-Qashash: 15)
Nabi Adam merasakan kesedihan mendalam atas hilangnya salah satu anaknya. Salah
seorang dari mereka mad dan yang lain dikuasai oleh setan. Nabi Adam salat untuk
anaknya yang mati, dan kemudian ia kembali menjalani kehidupannya di muka bumi.
Beliau adalah manusia yang bekerja dan mengalami penderitaan. Seorang Nabi yang
menasihati anak-anaknya dan cucu-cucunya, serta mengajak mereka untuk menyembah
Allah SWT. Beliau menceritakan kejahatan iblis kepada mereka, dan meminta kepada
mereka agar berhati-hati darinya. Beliau menceritakan pengalaman pribadinya bersama
iblis kepada mereka, dan menceritakan kehidupannya bersama anaknya yang tega
membunuh saudara kandungnya sendiri.
Nabi Adam telah menjadi dewasa, lalu tahun demi tahun datang silih berganti sehingga
anak-anaknya tersebar di bumi, lalu datanglah waktu malam di atas bumi. Angin bertiup
sangat kencang. Dan bergoncanglah daun-daun pohon tua yang ditanam oleh Nabi Adam,
di mana dahan-dahannya mendekati danau sehingga buahnya menyentuh air danau. Dan
ketika pohon itu menjadi tegak setelah berlalunya angin, air mulai berjatuhan di antara
cabang-cabangnya dan tampak dari jauh bahwa pohon itu sedang menarik dirinya
(memisahkan diri) dari air dan menangis. Pohon itu sedih dan dahan-dahannya
berguncang. Sementara itu, di langit tampak bahwa bintang-bintang juga berguncang.
Cahaya bulan menerobos kamar Nabi Adam sehingga cahaya itu menerpa wajah Nabi
Adam. Wajah Nabi Adam tampak lebih pucat dan lebih muram dari wajah bulan. Bulan
mengetahui bahwa Nabi Adam akan mati.
Kamar yang sederhana, kamarnya Nabi Adam. Nabi Adam tertidur dengan jenggotnya
yang putih dan wajahnya yang bersinar di atas tempat ddur dari dahan-dahan pohon dan
bunga-bunga. Anak-anaknya semua berdiri di sekelilingnya dan menunggu wasiatnya.
Nabi Adam berbicara dan memahamkan anak-anaknya bahwa hanya ada satu perahu
keselamatan bagi manusia, dan hanya ada satu senjata baginya yang dapat
menenangkannya. Perahu itu adalah petunjuk Allah SWT dan senjata itu adalah kalimatkalimat
Allah SWT.
Nabi Adam menenangkan anak-anaknya, bahwa Allah SWT tidak akan membiarkan
manusia sendirian di muka bumi. Sesungguhnya Dia akan mengutus para nabi untuk
membimbing mereka dan menyelamatkan mereka. Para nabi itu memiliki nama-nama,
sifat-sifat, dan mukjizat-mukjizat yang berbeda-beda. Tetapi mereka dipertemukan
dengan satu hal, yaitu mengajak untuk menyembah Allah SWT semata.
Demikianlah wasiat Nabi Adam kepada anak-anaknya. Akhirnya, Nabi Adam menutup
kedua matanya, dan para malaikat memasuki kamarnya dan mengelilinginya. Had Nabi
Adam tersenyum ketika mendapatkan kata salam yang dalam, dan rohnya mencium bau
bunga surga.

0 comments


imam ali ibn hussain, dikenal dengan zainul abidin as sajjad.. 


 

Kisah Para Nabi © 2011 Design by Best Blogger Templates | Sponsored by HD Wallpapers